Tampilkan postingan dengan label Thoughts. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Thoughts. Tampilkan semua postingan

Kamis, 27 Desember 2018

Ekspektasi

12/27/2018 05:59:00 AM 7 Comments


    

Mari sejenak menghela napas di penghujung tahun 2018 ini untuk mengingat kembali berbagai peristiwa yang sudah kalian lewati selama setahun belakangan. Ada berbagai alasan mengapa pada akhirnya kalian harus menjalani kehidupan yang entah saat ini suka atau tidak suka harus menjadi bagian dari sebuah cerita perjalanan. Mari sekadar untuk kembali menghitung mundur di detik – detik pergantian tahun, mungkin beberapa dari kita dengan semangatnya akan merancang berbagai resolusi yang ingin dicapai dengan harapan tiada aral melintang. Tetapi bagaiamana ketika di tengah jalan, kita dihadapkan pada sebuah permasalahan yang menuntut kita untuk memutar haluan atau jika ingin dipaksakan hanyalah kesia – siaan yang akan kita peroleh. Perubahan yang mendadak tidak akan pernah membuat kita siap. Namun justru pada bagian ketika ada masalah yang menghadang, sebuah proses pendewasaan diri kita diuji kembali. 

Ekspektasi yang begitu tinggi, harapan yang sudah dipupuk sedemikian rupa maupun doa yang terus dirapal perlahan bisa saja menjadi sebuah duka. Tetapi namanya manusia memang suka sekali berandai – andai sampai lupa diri. Padahal jika kita mau berbenah dengan seksama meminimalisir ekspektasi yang terlalu tinggi mungkin batin akan jauh lebih siap. Terkadang ekspektasi pun ga melulu datang dari diri sendiri karena bisa saja datang dari orang – orang terdekat. Mungkin secara nggak sadar kerap kali kita mendapat komentar dari kerabat kita seperti “Masa gini aja ga bisa sih?” atau justru kita yang melontarkan ucapan seperti itu dan lupa bahwa bisa saja itu pengalaman seseorang dalam memahami sesuatu untuk pertama kali sehingga membutuhkan bantuan kita.



Selain itu hidup sebagai makhluk sosial kadang juga membuat kita terlalu cepat menghakimi pilihan – pilihan hidup seseorang. Adanya sebuah “standar” yang secara tak tertulis yang bisa saja membuat orang lain tertekan dan membuat mereka tidak menjadi dirinya sendiri. Mungkin yang juga membuat gusar pun jika kita ternyata tidak bisa memenuhi ekspetasi orang – orang terkasih yang berharap banyak pada kita. Lalu timbul perasaan bersalah, tidak enak hati atau bahkan yang paling parah menyebabkan sebuah depresi. Jangan sampai perasaan ini dibiarkan berlarut – larut dan membuat kita malah jadi dipenuhi oleh pemikiran – pemikiran yang negatif.

Ya, semoga kita bisa terus belajar untuk mengelola perasaan diri sendiri dan juga harapan kita pada orang lain. Kita juga harus ingat bahwa segala hal itu membutuhkan proses dan baik buruknya sesuatu itu pasti ada hal yang bisa kita ambil hikmahnya. Teruslah memiliki ekspektasi yang positif sehingga keriangan pun akan selalu menjadi inspirasi positif kita dalam berkarya.

Sabtu, 20 Januari 2018

Menjadi Gelas Setengah Penuh

1/20/2018 01:36:00 AM 1 Comments
Perjalanan memulai tahun 2018 ini aku buka dengan kembali mengikuti kegiatan RK Mentee 2018 (Hah? Ikutan lagi?). Iya, jadi setelah tahun lalu aku mendapat kesempatan untuk bisa mengikuti serangkaian kegiatan Living The Experience (LTE) kemudian tahun ini aku bisa merasakan program yang sama. Kali ini aku bukan lagi sebagai peserta namun panitia tambahan. Hal baiknya adalah aku jadi bisa mengikuti sesi yang disampaikan oleh pembicara. Saat datang ke Rumah Perubahan, aku diminta untuk memperkenalkan diri kepada peserta kegiatan tahun ini dan aku pun memberi sedikit nasihat bahwa jadilah pribadi dengan komposisi seperti gelas kosong sehingga tidak merasa cepat puas dan sombong atas segala pencapaian yang ada. Maksudnya gimana tuh? Seperti yang sudah – sudah, para peserta program ini dijaring dari ribuan pendaftar dan memiliki background pengalaman kepempinan yang baik seperti aktivis kampus atau aktif di kegiatan sosial. Tetapi, ada baiknya para peserta bisa belajar dari satu sama lain dan menyerap berbagai macam informasi baru.



Setelah proses perkenalan dengan peserta, aku pun kemudian berbincang dengan teman – teman mentee di Rumah Perubahan. Waktu itu, Mas Enje (RK Mentee 2016) memberiku sedikit masukan akan filosofi sebuah gelas kosong menjadi sebuah gelas setengah penuh. Dengan menjadi sosok seperti ini, kita akan mengkaji dan menggali informasi yang baru kita dapat dengan pengetahuan yang sudah kita miliki. Sehingga, kita akan membiarkan otak kita untuk berproses lebih dalam dengan bekal ilmu yang telah kita punya.



Dengan bekal pengalaman yang sudah aku miliki, aku jadi mencerna lebih dalam berbagai kegiatan yang ada pada Living The Experience 2018. Beberapa perbedaan konsep acara yang aku temui justru malah mempertajam pola pikirku untuk nantinya mempersiapkan diri menjadi mahasiswa program master. Jujur, ada sedikit rasa deg – degan ketika harus berangkat untuk memulai sekolah lagi dengan tempat, kultur, bahasa maupun lingkungan yang baru di benua sebrang. Hal lainnya yang bisa aku siapkan adalah menggali insight dengan berbincang seputar dunia pendidikan dan teknologi bersama beberapa orang yang aku temui di Rumah Perubahan kemarin termasuk Prof. Rhenald Kasali dan Bunda Elisa Kasali. Okey, rasanya sekarang aku udah siap untuk memulai pengalaman baru dan penuh tantangan pastinya di negeri Kangguru :D




Sabtu, 23 Desember 2017

Quarter Life Crisis

12/23/2017 03:41:00 AM 3 Comments
Hari – hari menjelang pergantian tahun biasanya aku manfaatkan sebagai waktu untuk refleksi diri. Salah satu pelajaran penting yang aku dapatkan sepanjang tahun ini adalah bagaimana aku bisa menerima diriku apa adanya tanpa membanding – bandingkan dengan orang lain. Sangat mudah ketika kita merasa tidak pernah puas, kurang di sisi ini atau tertinggal dibanding yang lainnya. Saat melihat teman – teman sebaya sudah mencapai posisi di perusahaan X, sementara di lain sisi si A yang kemudian menikah atau si B yang sudah punya anak terkadang membuat batin kita tidak siap. Ya, perubahan itu nyata. Kita yang tidak siap pun kerap uring –uringan karena aku sendiri pun merasakan hal yang sama. 

Aku butuh waktu untuk memahami diriku sendiri di tengah kebingungan yang tidak berujung ini. Beberapa orang pun berujar aku mulai mengalami quarter life crisis syndrome. Wah, apaan tuh? Semacam penyakit kah? Nah, jadi ketika mulai memasuki usia seperempat abad biasanya orang akan mulai memikirkan pijakan selanjutnya dalam menentukan keputusan penting di hidupnya saat rentang usia ini. Mungkin kamu bisa membaca artikel ini untuk tau juga apa gejala – gejalanya.

Ada masa dalam hidup ketika kita seperti hilang arah dan serba salah dalam melakukan sesuatu. Itu kerap terjadi ketika kita belum merasa yakin dengan pilihan kita sendiri. Kita seperti kehilangan makna kehidupan dan menjalankan segala sesuatu dengan serba terpaksa. Bahkan untuk bangun pagi pun rasanya malas karena tau kita akan melakukan sesuatu yang sia – sia. Aku pernah ada di posisi ini dan sempat membuatku enggan untuk keluar menyapa dunia. Aku termasuk orang yang berkepribadian extrovert dan sangat aneh rasanya ketika aku jadi kayak ngehindar dari temen - temenku. Padahal, aku sangat suka ketika bisa menghabiskan waktu untuk brainstorming atau mengerjakan suatu project. Simply because I gain an energy from meeting people. Sampai akhirnya aku sadar bahwa semua ini adalah suatu proses pendewasaan yang akan dialami oleh semua orang juga. Mungkin beberapa tips ini bisa membantu kamu melewati fase krusial dalam transisi hidup menuju level dewasa :)

1. Mulailah menulis jurnal pribadi
Menulis buku harian? Why not? :D Hal ini sangat membantu aku untuk meng-capture berbagai momen dalam hidupku dan membuatku optimis bahwa hari esok akan jauh lebih baik dari hari ini. Menulis jurnal pribadi atau catatan harian juga bisa melatih daya ingat dan melatih kreativitas.



2. Melakukan dialog dengan diri sendiri
Ini terdengar seperti ngomong sendiri ya? Tapi aku sering melakukan ini jika aku benar – benar lagi pengen banget dapetin sesuatu. Biasanya aku akan ngomong di depan kaca dan membayangkan kalau hal tersebut sudah benar – benar terjadi. Afirmasi positif yang kita tanamkan di otak bisa membangkitkan semangat loh apalagi ketika kita sudah benar – benar memvisualisasikan hal itu secara detail.

3. Lakukan sesuatu di luar kebiasaan
Ini maksudnya adalah memberi ruang bagi diri kita untuk mengeksplorasi hal – hal baru. Jika biasanya kita kemana – mana menggunakan kendaraan pribadi, coba deh sekali – kali pakai kendaraan umum dan juga disertai berjalan kaki. Atau jika biasanya kita suka memakai baju warna gelap maka ga ada salahnya kita juga pakai warna – warna ceria. Kita jadi bisa melakukan eksperimen untuk diri kita sendiri dan siapa tau ternyata itu juga pas untuk keseharian kita.

4. Melihat dunia lebih luas dengan traveling
Jika sudah benar – benar stress ada baiknya kita rehat sejenak dan mulai pergi untuk berlibur. Sekarang siapa sih yang ga suka traveling? Apalagi sekarang kegiatan ini udah umum dilakukan banyak orang. Tapi coba deh kali ini ketika pergi melancong, posisikan dirimu bukan sebagai seorang turis tetapi sebagai seorang traveler. Kamu bakal lebih banyak tau tentang kultur lokal dan ga terjebak dengan wisata – wisata yang mainstream aja. Poin plusnya adalah kamu jadi bisa lebih mingle dengan warga lokal dan bakal ngerasa kayak lagi di “rumah”. Masih bingung perbedaan turis dan traveler? Coba deh kamu bisa baca artikel dari huffingtonpost tentang 21 tanda bahwa kamu traveler sejati!
5. Cari lingkungan yang satu frekuensi
Masa – masa kayak gini tuh penting banget untuk menajamkan pola pikir dengan banyak bertemu orang – orang yang sudah lebih dulu mengalami momen berat seperempat abad. Kita juga bisa bertanya sama orang yang lebih tua dari kita tentang bagaimana mereka melewati fase quarter life crisis ini. Cara lain adalah dengan memberi dukungan untuk teman – teman sebaya kita lainnya sehingga kita tau masalah ini tuh ga kita lewati sendirian.

Jadi jangan takut guys, kalian ga sendirian kok ketika melewati masa krusial kayak gini. Kita juga harus yakin bahwa setiap orang sudah punya jalan hidupnya masing – masing asal tetap mau berusaha terus ketika gagal. Menjadi dewasa itu memang melelahkan tapi bukan berarti kita ga bisa having fun kan? hehe

Sabtu, 09 Desember 2017

Perempuan, Impian dan Beasiswa

12/09/2017 08:42:00 AM 13 Comments
Kita tidak akan pernah tau akan berjenis kelamin apa ketika dilahirkan. Kita hanyalah segumpalan daging yang kemudian ditiupkan ruh menjadi seorang manusia. Terlahir sebagai seorang perempuan dan tumbuh menjadi dewasa kemudian membuatku kerap bertanya – tanya “kodrat” seperti apa yang seharusnya dijalani seorang wanita agar predikat menjadi “wanita seutuhnya” berhak disandang olehku kelak. Aku masih ingat ketika aku kecil dulu, aku tumbuh menjadi seorang anak yang bisa dibilang cukup tomboy. Potongan rambut yang agak pendek bahkan tas sekolah yang lebih banyak bergambar robot daripada barbie. Tapi aku tetap masih lebih senang main masak – masakan dan juga main karet dibanding bermain kelereng atau tamiya. Banyak anak kecil yang bermimpi untuk segera menjadi orang dewasa dan aku salah satunya kala itu. Aku kemudian bertanya – tanya seperti apa ya rasanya menjadi wanita dewasa.

Memasuki awal usia 20 tahun yang kata orang sebagai awal dari perjalanan menjadi orang dewasa telah banyak mengubah pola pikirku. Aku tak ingin impianku hanya menguap begitu saja tanpa sebuah usaha. Aku yang kemudian berhasil menggapai impianku untuk bisa pergi keluar negeri dengan melakukan sebuah misi sosial menjadi seorang teacher volunteer di pinggiran Kota Guangzhou, Mainland of China kemudian menemukan sebuah makna bahwa aku bisa belajar dari sebuah perjalanan.



Jiwa penuh kebebasan dan haus akan tantangan juga membawa langkah kakiku untuk bertualang bersama beberapa orang yang baru aku kenal disana untuk melihat kemegahan Great Wall di Badaling. Atau rasa kegirangan sekaligus takjub untuk menyentuh salju pertama kali di perjalanan pulang dari Temple of Heaven. Tak lupa aku juga senantiasa bersyukur kepada Tuhan karena sudah diberikan kesempatan untuk menjadi seorang minoritas di negara dengan populasi terbanyak di dunia ini.

Sepulang dari sana ada perasaan gamang akan sebuah proses transformasi besar dalam hidupku. Aku tak ingin lulus cepat namun masih belum mengerti akan jadi apa di kehidupan setelah lulus kelak. "Alangkah mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang hanya berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin, yang hanya akan berakhir dengan pensiun tidak seberapa” (Menjadi Tua di Jakarta – Seno Gumira Ajidarma). Oke, aku putuskan mundur kuliah satu semester sambil gabung di kegiatan NGO yang juga jadi turning point untuk rencana lanjut di S2 sehingga aku sudah tahu kemana pijakan kakiku ketika kerabat bertanya aku hendak jadi apa.



Ternyata setelah dijalani, banyak orang yang mencemooh pilihan hidup yang aku ambil. Beberapa karib dekatku bahkan menakut – nakuti aku untuk tidak usah melanjutkan sekolah master karena katanya nanti kalau terlalu pintar lelaki banyak yang tidak mau dan susah cari jodoh. Kalau almarhum bapak masih hidup rasanya ingin aku curhat panjang lebar tentang kekesalanku waktu itu. Namun yang bisa aku lakukan hanyalah duduk di depan makam sambil tersedu – sedu setelah izin “Pak, Tari boleh nangis ya? Tari udah capek dengerin kata orang – orang”. Untung mamaku dengan siaga selalu mendukung pilihanku untuk lanjut sekolah daripada sibuk bertanya minta mantu. Biarpun pernah juga aku berdebat ketika mengutarakan niatku untuk lanjut sekolah di luar negeri.

Kalau dengar cerita mama bagaimana dulu bapak mendukung mama habis – habisan ketika beliau mau lanjut S2, seketika aku menjadi iri sekaligus senang. Betapa beruntungnya mama bisa ketemu bapak dan juga bapak yang dulu bisa dapet kembang desa (ini sih kata mama). Tapi sejenak aku berpikir, udahlah kalau menggerutu atau nangis doang ya gak akan ada solusinya. Setelah banyak pertimbangan, aku minta izin untuk pergi ke Kampung Inggris Pare Kediri untuk belajar sekaligus mengajar disana. Lagi – lagi aku mendengar ada saja orang nyinyirin pilihan hidupku. Katanya disana gajinya kecil lah, jauh banget di desa lah, ngabis – ngabisin duit lah. Hayati lelah kalau dengerin omongan netizen mah.


Setelah banyak bersemedi di Gunung Bromo dan Gunung Kelud (becanda loh ya aku cuman foto – foto doang) akhirnya aku bulatkan tekad untuk medaftar beasiswa aja sepanjang 2017 dan nggak daftar pekerjaan di perusahaan gitu. Beasiswa pertama yang aku coba peruntungannya adalah NZAS (New Zealand ASEAN Scholarship dan hasilnya adalah gagal total bahkan dipanggil wawancara pun enggak. Kemudian coba lagi di AAS (Australia Awards Scholarship) pun hasilnya masih nihil. Aku pun belajar dari kesalahan untuk lebih banyak memperbaiki kualitas essaiku pada saat aku ingin coba beasiswa lagi. Lalu, beasiswa ketiga yang aku coba adalah BPI (Beasiswa Pendidikan Indonesia) dari LPDP. Kali ini aku nggak mau kecolongan lagi, maka aku sampai nyebar essaiku ke kurang lebih 20 orang dan minus kacamataku sampe nambah karena nongkrong depan laptop mulu. Aku meminta berbagai masukan dari para awardee (penerima beasiswa) dan beberapa teman – temanku yang emang jago dalam dunia tulis menulis buat kasih aku kritik dan saran. Alhamdulillah, Allah swt. emang baik banget sama aku karena kali ini aku bisa lolos menjadi penerima beasiswa yang cukup banyak peminatnya ini. Bahkan sebelum aku submit dan selama persiapan LPDP pun aku sampe minta izin mama kalau aku menghabiskan waktu lebaran Idul Fitri di kota kelahiran almarhum bapak di Jogja biar aku bisa ngerasa lebih tenang dan fokus. Untungnya mama kasih izin, jadi aku malah punya cerita baru lebaran tahun 2017 ini yang kalau diingat ya cukup pedih harus pisah sama mama di Lampung.



Menurutku jadi dewasa itu rada njlimet ya. Ketika kumpul keluarga yang ditanya udah nikah apa belum atau kapan mau nyusul tiap ada yang abis punya momongan. Waduh dikira nyari pasangan kayak beli gorengan apa yak. Aku pernah baca gitu tapi dimana ya lupa kalau memilih pasangan hidup itu akan menentukan masa depan nantinya kayak apa. Ya emang sih ga ada pasangan yang sempurna banget gitu. Tapi setidaknya lebih baik cari pasangan yang satu frekuensi deh, biar kalau ngobrol seru dan ga keabisan bahan obrolan. Daripada yang sedari awal trying so hard buat jadi pasangan ala ala #relationshipgoal gitu ternyata hanya kefanaan ala social media aja. Menurutku yang keren adalah ketika kita sudah sama – sama berniat memantaskan diri dan juga saling dukung cita – cita luhur dari pasangan kita. Ga melulu cewek kudu di dapur, kan bisa juga cowok bantu urusan domestik dan nyuapin anak. Dulu bapakku juga ga malu loh nyuapin aku pas masih bocah dan ngajak aku main sama temen – temennya. Ah, jadi kangen kan.



Rabu, 30 Desember 2015

Why Volunteering?

12/30/2015 07:32:00 AM 0 Comments


Seseorang pernah bertanya kepadaku mengapa aku harus menghabiskan waktuku untuk kegiatan volunteering yang baginya hanya membuang – buang waktu saja. Lantas ia berujar lagi, mengapa waktu yang ada tak kugunakan untuk melakukan kegiatan lain yang mungkin menurutnya lebih valuable atau bisa saja mendatangkan uang dibanding harus berkegiatan seperti itu. Pertanyaan darinya kemudian tak langusung kusanggah atau aku bantah dengan argumen – argumen yang mungkin bisa kujadikan alasa. Namun hanya seulas senyum yang terbit di sudut bibirku dan kemudian aku menjawab "Ada hal lain yang kutemukan ketika melakukan kegiatan seperti ini yang mungkin tidak dapat dimengerti olehmu. Memberi itu tidak melulu melalui harta benda namun dengan berbagi melalui kegiatan seperti ini pun aku sudah cukup senang karena dapat berbagi ilmu yang kumiliki dengan orang lain. Satu yang penting menurutku untuk menciptakan bahagia versi diriku bisa sesederhana ini”.

Berdasarkan Kamus Oxford, Volunteer memiliki arti A person who freely offers to take part in an enterprise or undertake a task. Itu artinya kegiatan volunteer itu tidak ada paksaan dan dilakukan secara sukarela. Umumnya pun dalam bahasa Indonesia volunteer lebih dikenal dengan sebutan sukarelawan. Seperti dikutip dalam pranala kbbi.web.id/sukarelawan yang memiliki arti orang yang melakukan sesuatu dengan sukarela (tidak karena diwajibkan atau dipaksakan).

Bersentuhan dengan dunia volunteering dimulai ketika aku menjadi seorang mahasiswi di Universitas Diponegoro. Berada jauh dari orang tua dan menyandang status sebagai mahasiswa rantau membuat aku mencari kegiatan kemahasiswaan yang bisa mengusir kebosanan dan tidak hanya menjadi mahasiswa kupu – kupu (kuliah pulang – kuliah pulang red). Kemudian aku menjadi newie atau new member di organisasi bernama AIESEC. Berdasarkan informasi yang terdapat dalam wikipedia, AIESEC adalah organisasi internasional untuk para pemuda yang membantu mengembangkan potensi kepemimpinan mereka. AIESEC merupakan organisasi terbesar di dunia. Organisasi yang berfokus pada pengembangan kepemimpinan para pemuda dan menjadi ambassador di luar negeri untuk menjalankan project social. AIESEC juga berfokus pada pengembangan kepemimpinan, pengalaman kepemimpinan, hingga partisipasi di Global Learning Environment. Informasi mengenai kegiatan AIESEC dapat kamu cari tahu disini

Dan saat itu aku menjalankan kegiatan kepanitiaan yang berjumlah 9 orang tentang social entrepreneurship. Di tahun 2011, kami menyelenggarkan kegiatan project social tersebut dengan serangkaian roadshow di beberapa universitas di Yogyakarta, Solo maupun Semarang serta membuat sebuah konferensi anak muda untuk meningkatkatkan awareness akan isu sosial mengenai social entrepreneurship tersebut. Yang menarik kami juga mengundang mahasiswa asing untuk bersama – sama dengan kami menjadi bagian akan project social entrepreneurship ini dan menjadikan mereka pembicara di konferensi tersebut. Mahasiswa tersebut berasal dari India, Pakistan, Jerman, Thailand, Vietnam, dan China.

 “Remember that the happiest people are not those getting more, but those giving more.”  H. Jackson Brown Jr.

Aku sangat mengamini akan makna dari quote di atas karena untuk mendapatkan kebahagian adalah bukan dari berapa banyak yang kita peroleh namun seberapa banyak apa yang bisa kita berikan ke orang lain. Setelah sudah tidak terlalu aktif dari kegiatan di AIESEC Universitas Diponegoro , aku mengikuti kegiatan volunteering di Pemuda Gemilang. Apa itu Pemuda Gemilang ? Kamu bisa check disini

Kegiatan di Pemuda Gemilang pun sebenarnya tidak jauh berbeda dengan beberapa kegiatan yang aku lakukan di AIESEC terkait project social. Lebih jelasnya, Pemuda Gemilang adalah suatu program sosial yang diinisiasi oleh alumni AIESEC dan memiliki tujuan untuk memberikan bantuan beasiswa serta memberikan pelatihan project management, leadership skill dan English Club bagi siswa/i SMA yang kurang mampu. Program ini sudah ada sejak tahun 2013 dan saat ini sudah mencapai batch ke 3. Dalam setiap dua minggu sekali, kami aktif memberikan berbagai macam kegiatan yang bisa meningkatkan kepercayaa diri maupun soft skill siswa/i tersebut.


Bersama Pengurus Pemuda Gemilang



Jadi, alasanku untuk terus aktif dalam kegiatan volunteering bukan hanya pencitraan saja tetapi lebih kepada memenuhi kepuasan batin. Saat ini mungkin aku tidak memiliki harta yang melimpah namun aku percaya, ketika kita berbagi hal itu justru bisa menciptaka kebahagiaan sendiri. Because someone ever said to me, sharing is caring :)

Minggu, 08 Juni 2014

Siapa Saja Bisa Menginspirasi!

6/08/2014 08:13:00 PM 0 Comments
Ada yang udah pernah dengar atau lihat tentang "Kid President" ? Well, kalo udah pernah mungkin bakal jadi semacam addiction tersendiri eh tapi terutama buat gue sih heheh abisnya anaknya lucu gitu dan dia 'jadi presiden kecil' gitu. Kalo ada yang belum tau nah disini gue bakal cerita sedikit ya hehehe

Jadi Kid President ini adalah salah satu webseries dari account SOULPANCAKE yang gue temukan di Youtube. Webseries ini bikin beberapa video inspirasi yang dibawakan oleh seorang anak kecil berusia sekitar 9 tahunan dengan line nya yang terkenal di awal video I think we all need pep talk. Gaya bicara khas anak kecil yang masih ceplas ceplos, lugas dan tentunya jangan lupakan gimik khas anak bocah ketika dia tertawa.

Salah satu video nya oun sempet masuk TED yang berjudul "A Pep Talk from Kid President to You".





Jadi lo ga mesti jadi orang beken dulu, inspirasi bisa dateng dari mana aja apalagi dengan perkembangan jejaring sosial media kayak sekarang.

Kamis, 02 Januari 2014

Jatuh cinta itu mudah, tapi?

1/02/2014 09:54:00 PM 0 Comments
Ini adalah postingan pertama gue di tahun 2014, hari ini adalah hari ke 20 setelah tanggal 14 Desember 2013 lalu gue genap berusia ke dua puluh tahun. Sebuah umur yang dikatakan mulai matang untuk proses kedewasaan.


source : Flickr


Resolusi gue dalam menghadapi tahun ini adalah semakin jatuh cinta sama hal - hal yang gue sukai dan sempat gue lupakan. Hal yang gue maksud ga melulu soal percintaan loh. Tapi kali ini gue mencoba jatuh cinta sama dunia tulis menulis. Sedari kecil kedua orang tua gue sudah membiasakan untuk menyuruh gue membaca, kalo dalam Islam pun ada surat yang menyuruh kita untuk membaca. Membaca bikin gue yang tadinya hanya seorang bocah ga tau apa - apa berani punya mimpi besar buat bisa keliling dunia, menjadi penulis atau jadi wanita karir pada saat itu. Gue lupa kapan tepatnya gue jatuh cinta sama dunia tulis menulis mungkin saat gue udah mulai bisa mengeja huruf a ba ta sa atau saat gue mulai bisa membaca "Ini Ani. Ini Budi".

Rasa cinta gue akan dunia tulis menulis terus gue pupuk saat gue mulai masuk dunia sekolah dasar, dan terima kasih alm. bapak yang selalu beliin anakmu ini majalah semacam BOBO atau bacaan lain yang ngehits pada zamannya. Bapak juga tipe orang yang suka baca entah itu baca koran atau majalah, karena almarhum pada saat itu adalah seorang Notaris jadi di rumah banyak banget buku tentang tanah maupun perpajakan. Beda lagi dengan mama yang kebetulan seorang Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia, jadi sedari kecil mama gue udah menjejali gue dengan bacaan khas cerita rakyat. Gue inget setiap mama lagi senggang dan kebetulan bisa nemenin gue tidur siang, beliau selalu menyempatkan cerita soal hikayat cerita rakyat.

Hidup di lingkungan yang penuh buku - buku sastra maupun tanah atau perpajakan bikin gue lebih suka baca buku - buku nya mama. Walaupun pada saat masih bocah sampe gue remaja ga semua buku gue baca paling beberapa yang sampul nya menarik aja. Salah satu buku yang gue suka adalah buku kumpulan puisi nya Sapardi Djoko Damono. Sesekali gue lihat beberapa tumpukkan buku nya Buya Hamka, Pramoedya Ananta Toer atau Abdul Muis tapi entah kenapa gue ngerasa buku - buku itu terlalu berat.

Seperti yang gue bilang, gue mulai jatuh cinta sama dunia tulis menulis sedari gue kecil tapi semakin gue dewasa gue merasa itu hanya cinta monyet gue aja. Gue pengen banget suatu hari nanti gue bisa menjadi seorang penulis dan buku karya gue ada dideretan lemari mama gue. Seperti judul postingan ini, Jatuh Cinta itu Mudah, tapi gue ngerasa kadang males buat melanjutkan apa cita cita gue.

Gue pernah nyoba nulis cerpen atau puisi, ya paling mentok-  mentok dimuat di Buletin BURSA semasa gue SMA di Bandar Lampung dulu. Beberapa kali pernah bikin cerpen dan masukin ke majalah tapi hasilnya nihil.Gue semakin pesimis mengejar cinta gue dan mulai putus asa.

Kalo dianalogikan dengan sederhana gue jatuh cinta banget sama dunia tulis menulis, gue punya mimpi sebagai penulis terus karya gue dimuat tapi cinta gue ga berbalas. Gue berharap cinta gue berbalas dari penerbit maupun majalah yang sempet gue kirimin.


Source : Flickr


Tapi di tahun 2014 ini, di hari ke tiga bulan Januari ini gue mulai berani buat jatuh cinta lagi sama dunia tulis menulis ini. Gue mencoba memberikan apa yang gue bisa dengan lebih banyak mencoba lagi dan membaca dari referensi mana aja.

Jatuh cinta itu mudah tapi entah dia akan membalas rasa yang sama adalah pertanyaan yang gue sendiri pun ga tau jawabannya dan gue ga punya kuasa atas hal itu. Yang gue bisa lakukan adalah membuat rasa ini berubah menjadi passion sehingga ga da lagi kata jenuh ketika cinta ini mengecewakan gue. Tuhan ingin mengajarkan untuk lebih sabar dalam menjemput cinta gue dari dunia tulis menulis ini.

Selamat Tahun Baru 2014, selamat merajut mimpi lebih besar!


Cheers from the girl who is on fire,



Destari Puspa Pertiwi

Kamis, 06 Desember 2012

move on from comfort zone

12/06/2012 12:42:00 AM 0 Comments
Dimulai dengan pagi dan yang paling gue suka kalo bangun pagi di kosan yang sekarang adalah kalo bangun pagi tuh view nya ke Gunung Ungaran, itu tuh salah satu gunung di Semarang yang ketinggiannya 2050 m dpl dan termasuk gunung berapi. Kalo diambil dari kamera gue sih, ga terlalu jelas, tapi yang ini diambil dari mbah google



Tapi kalo yang dari kosan gue sih, yah ga sedeket ini jugaa. Duh jadi pengen naek gunung Ungaran, cuma belum punya persiapan fisik dan mental nih ....

Oh iyaa, by the way kenapa gue nulis tentang ini karena ya bisa dibilang di Desember ini mood gue lagi naik turun banget dalam hal apapun. Baik itu kuliah, organisasi atau sama teman - teman juga. Rasanya tuh pengen ngeluh mulu, tapi kalo dipikir lagi sih yaaa, jatuh bangun itu biasa, apalagi kita masih muda. Malah kalo hidup lo flat aja ga bakal ada insight yang bisa diambil.

Sering ga sih dengar kata - kata MOVE ON? Tapi kali ini bukan move on dari gebetan atau mantan lo, tapi MOVE ON from YOUR COMFORT ZONE bro sist :)
Ya, kalo menurut gue pribadi sih, comfort zone itu dimana zona yang emang bener - bener ELO banget ! Rasanya untuk ngelakuiin sesuatu yang berbeda aja rasanya males banget, dan honestly gue juga sering banget kok mengalaminya. Tapi ketika lo dikasih responsibility dan orang udah percaya sama lo, terus ga lo lakuin cuma gara - gara lo ga mau keluar dari zona nyaman lo ya menurut gue itu salah satu hal yang bakal lo sesalin.

Rejection, sadness, feeling alone, disillusionment and another sorrow things could be happen while you're start your first step to MOVE ON from COMFORT ZONE .
Tapi, gue selalu percaya Allah itu Maha Adil, dari berbagai kesakitan yang bakal kita rasa God will give the  best gift for us. Let's universe suprised you :)

Pas tadi sepulang gue melakukan tugas untuk nyari sponsorship di salah satu perusahaan untuk sebuah event di organisasi yang gue ikutin dan kebetulan gue menjadi Person in Charge (PIC) untuk event ini karena di departemen gue ,Business Development AIESEC UNDIP. Tema event nya sendiri sih Social Project Competition dan nama kegiatan nya YOUNGERS (Youth Change Makers for Society). Nah tadi sih, sebenarnya sambutan dari company nya yang kurang hangat haha ya mungkin dipikirnya gue mau minta sumbangan kali ya, padahal kan mau nawarin kerjasama -________-

Di tengah, ke-BETE-an gue, gue liat ada pengamen gitu sambil bawa pecut trus muka corang coreng kayak kuda kepang jalan pas tadi gue mau ngeprint proposal , ya keliatan sih wajahnya juga capek. Sambil nenteng - nenteng pecutnyadia tetep aja jalan, mungkin dipikirannya "gimana ya anak saya hari ini makan apa?" atau  "gimana ya nanti istri saya udah nagih utang beras yang harus kami bayar". Nah, dari pengamen itu gue pun belajar satu hal soal move on from comfort zone, mungkin sebenernya bapak itu males kali ya jalan panas - panas gitu cuma untuk beberapa receh uang, tapi karena dia punya responsibility sebagai kepala keluarga makanya dia rela untuk melakukan hal tersebut yang penting halal. Masih mending jadi pengamen, daripada jadi koruptor? Ya kan? :)

LIVE WHILE YOU ARE YOUNG !


Jadi nikmati aja proses sakit hati, penolakan dan hal - hal absurd lainnya karena itu semua bumbu yang akan mendewasakan kita. Baja aja mesti ditempa dulu kan supaya makin kuat? Apalagi kita yang masih imut imut gini hehe Intinya sih, kita masih muda, YANG MUDA YANG BERBAHAYA ! hahaha nah tapi bahaya dalam apa dulu nih? I hope that we are danger in any GOOD Achievement yaaaay. Keluar dari comfort zone itu emang ga gampang, tapi cobalah untuk sekali - kali mendobrak itu semua karena anything possible in this world. 
You never know until you try bradeeer !