Sabtu, 23 Desember 2017

Quarter Life Crisis

12/23/2017 03:41:00 AM 3 Comments
Hari – hari menjelang pergantian tahun biasanya aku manfaatkan sebagai waktu untuk refleksi diri. Salah satu pelajaran penting yang aku dapatkan sepanjang tahun ini adalah bagaimana aku bisa menerima diriku apa adanya tanpa membanding – bandingkan dengan orang lain. Sangat mudah ketika kita merasa tidak pernah puas, kurang di sisi ini atau tertinggal dibanding yang lainnya. Saat melihat teman – teman sebaya sudah mencapai posisi di perusahaan X, sementara di lain sisi si A yang kemudian menikah atau si B yang sudah punya anak terkadang membuat batin kita tidak siap. Ya, perubahan itu nyata. Kita yang tidak siap pun kerap uring –uringan karena aku sendiri pun merasakan hal yang sama. 

Aku butuh waktu untuk memahami diriku sendiri di tengah kebingungan yang tidak berujung ini. Beberapa orang pun berujar aku mulai mengalami quarter life crisis syndrome. Wah, apaan tuh? Semacam penyakit kah? Nah, jadi ketika mulai memasuki usia seperempat abad biasanya orang akan mulai memikirkan pijakan selanjutnya dalam menentukan keputusan penting di hidupnya saat rentang usia ini. Mungkin kamu bisa membaca artikel ini untuk tau juga apa gejala – gejalanya.

Ada masa dalam hidup ketika kita seperti hilang arah dan serba salah dalam melakukan sesuatu. Itu kerap terjadi ketika kita belum merasa yakin dengan pilihan kita sendiri. Kita seperti kehilangan makna kehidupan dan menjalankan segala sesuatu dengan serba terpaksa. Bahkan untuk bangun pagi pun rasanya malas karena tau kita akan melakukan sesuatu yang sia – sia. Aku pernah ada di posisi ini dan sempat membuatku enggan untuk keluar menyapa dunia. Aku termasuk orang yang berkepribadian extrovert dan sangat aneh rasanya ketika aku jadi kayak ngehindar dari temen - temenku. Padahal, aku sangat suka ketika bisa menghabiskan waktu untuk brainstorming atau mengerjakan suatu project. Simply because I gain an energy from meeting people. Sampai akhirnya aku sadar bahwa semua ini adalah suatu proses pendewasaan yang akan dialami oleh semua orang juga. Mungkin beberapa tips ini bisa membantu kamu melewati fase krusial dalam transisi hidup menuju level dewasa :)

1. Mulailah menulis jurnal pribadi
Menulis buku harian? Why not? :D Hal ini sangat membantu aku untuk meng-capture berbagai momen dalam hidupku dan membuatku optimis bahwa hari esok akan jauh lebih baik dari hari ini. Menulis jurnal pribadi atau catatan harian juga bisa melatih daya ingat dan melatih kreativitas.



2. Melakukan dialog dengan diri sendiri
Ini terdengar seperti ngomong sendiri ya? Tapi aku sering melakukan ini jika aku benar – benar lagi pengen banget dapetin sesuatu. Biasanya aku akan ngomong di depan kaca dan membayangkan kalau hal tersebut sudah benar – benar terjadi. Afirmasi positif yang kita tanamkan di otak bisa membangkitkan semangat loh apalagi ketika kita sudah benar – benar memvisualisasikan hal itu secara detail.

3. Lakukan sesuatu di luar kebiasaan
Ini maksudnya adalah memberi ruang bagi diri kita untuk mengeksplorasi hal – hal baru. Jika biasanya kita kemana – mana menggunakan kendaraan pribadi, coba deh sekali – kali pakai kendaraan umum dan juga disertai berjalan kaki. Atau jika biasanya kita suka memakai baju warna gelap maka ga ada salahnya kita juga pakai warna – warna ceria. Kita jadi bisa melakukan eksperimen untuk diri kita sendiri dan siapa tau ternyata itu juga pas untuk keseharian kita.

4. Melihat dunia lebih luas dengan traveling
Jika sudah benar – benar stress ada baiknya kita rehat sejenak dan mulai pergi untuk berlibur. Sekarang siapa sih yang ga suka traveling? Apalagi sekarang kegiatan ini udah umum dilakukan banyak orang. Tapi coba deh kali ini ketika pergi melancong, posisikan dirimu bukan sebagai seorang turis tetapi sebagai seorang traveler. Kamu bakal lebih banyak tau tentang kultur lokal dan ga terjebak dengan wisata – wisata yang mainstream aja. Poin plusnya adalah kamu jadi bisa lebih mingle dengan warga lokal dan bakal ngerasa kayak lagi di “rumah”. Masih bingung perbedaan turis dan traveler? Coba deh kamu bisa baca artikel dari huffingtonpost tentang 21 tanda bahwa kamu traveler sejati!
5. Cari lingkungan yang satu frekuensi
Masa – masa kayak gini tuh penting banget untuk menajamkan pola pikir dengan banyak bertemu orang – orang yang sudah lebih dulu mengalami momen berat seperempat abad. Kita juga bisa bertanya sama orang yang lebih tua dari kita tentang bagaimana mereka melewati fase quarter life crisis ini. Cara lain adalah dengan memberi dukungan untuk teman – teman sebaya kita lainnya sehingga kita tau masalah ini tuh ga kita lewati sendirian.

Jadi jangan takut guys, kalian ga sendirian kok ketika melewati masa krusial kayak gini. Kita juga harus yakin bahwa setiap orang sudah punya jalan hidupnya masing – masing asal tetap mau berusaha terus ketika gagal. Menjadi dewasa itu memang melelahkan tapi bukan berarti kita ga bisa having fun kan? hehe

Sabtu, 16 Desember 2017

10 Tips Yang Bakal Bikin Kamu Enjoy Untuk Memulai Solo Traveling

12/16/2017 02:03:00 AM 4 Comments

Ide untuk menjalani solo traveling sebenarnya sudah terlintas cukup lama. Namun, selalu saja ada rasa takut untuk mencoba pengalaman ini. Pikiran – pikiran seperti akan tersesat atau ketemu orang jahat selalu berputar – putar di kepalaku. Nah, sebenarnya solo traveling itu apa sih? Solo Traveling sendiri merupakan sebuah perjalanan yang dilakukan seorang diri, bisa jadi dalam waktu yang singkat maupun juga lama. Hal menariknya adalah kita bisa jadi lebih mengenal diri kita sendiri dan percaya sama kemampuan kita jadi ga selalu bergantung sama orang lain. Terus gimana dong kalau masih ragu? Nah, kali ini aku mau sedikit berbagi tips bagaimana sih untuk memulai sebuah perjalanan seorang diri!

1. Riset Lokasi Wisata Kamu
Hal ini penting buat kalian yang baru mau memulai sebuah perjalanan sendiri. Inget, kamu bukan lagi ikut rombongan tur atau lagi liburan sama genk kamu. Jadi, sudah saatnya untuk mencari tahu tentang destinasi wisata inceran mulai dari tiket, cara pergi kesana atau bahkan penginapan di daerah sekitar situ. Riset ini juga bakal ngebantu banget untuk memperhitungkan berapa budget yang harus dikeluarkan untuk perjalanan tersebut.


2. Atur Waktu Kamu Sebijaksana Mungkin
Kalau biasanya kamu duduk manis dan nunggu arahan untuk pergi ke destinasi wisata selanjutnya tapi kali ini beda cerita. Kamu adalah bos untuk dirimu sendiri jadi berapa banyak tempat wisata yang bakal dikunjungi pun itu kamu yang atur. Atau bahkan kamu mau memilih bersantai agak lama di tempat A dan lebih bentar di tempat B itu juga gak papa loh! Ini saatnya kamu me time sama dirimu sendiri.

3. Pakai pakaian yang nyaman dan ga mencolok
Kebayang dong ngangkat koper yang besar – besar capeknya bakal kayak apa? Daripada mandi keringet dan kucel jadi bikin badmood mending pakai pakaian yang nyaman deh. Kalau aku, ketika perjalanan jauh lebih suka pake kemeja flanel atau t-shirt tangan panjang, celana dan sepatu converse. Ini memungkinkan gerakku lebih nyaman dan anti ribet!


4. Bawa Uang Tunai Sejumlah Yang Kamu Perlukan
Zaman udah canggih gini kamu bisa memanfatkan fasilitas m-banking atau ATM jika benar – benar butuh uang. Kita ga akan pernah tau nantinya bakal kayak gimana pada saat kamu mulai solo traveling makanya ada baiknya untuk tetap mawas diri dalam membawa uang tunai.

5. Bawa buku
Aku kadang suka mati gaya kalau lagi pergi sendiri dan bingung mau ngobrol sama siapa. Nah, biasanya aku bawa buku sebagai teman di perjalanan kalau kebetulan emang ga nemu temen ngobrol yang asyik.

source: newyorksightseeingtours
6. Bawa kunci gembok tambahan
Jadi solo traveling itu kadang ga selalu enak karena ada kalanya aku harus tidur di bandara atau stasiun. Untuk mengantisipasi ini, kamu bisa kasih gembok tambahan biar ketika kamu tidur kamu ga khawatir sama barang – barang kamu.

7. Belilah Oleh - Oleh Secukupnya
Kalau biasanya kamu suka kalap beli oleh – oleh ketika berpergian, nah sudah saatnya kali ini manjain diri kamu untuk benar – benar menikmati perjalanan itu. Cukup beli beberapa oleh – oleh seperlunya dan waktu yang ada bisa kamu gunain untuk hal lain daripada sibuk milih souvenir.

8. Ramah Tapi Tetap Waspada
Buat seorang solo traveler sudah pasti akan kelihatan aneh ketika mengunjungi suatu destinasi wisata yang rame tapi kamu malah sendirian semengtara yang lain bareng sama genknya. Nah, ini saatnya kamu memberanikan diri untuk sekedar menyapa. Syukur - syukur kamu diajak gabung atau malah dapet partner traveling bareng. Tapi tetep harus sopan yah dan jangan SKSD! Dulu, aku juga tipe orang yang cuek banget kalau ketemu orang baru tapi sekarang aku berusaha untuk membuka obrolan duluan. Justru banyak banget hal yang kemudian aku pelajari juga dari orang yang baru aku temui. Ketika bingung harus ambil foto juga kamu jadi bisa minta bantuan orang yang kamu temui di perjalanan.

9. Jangan panik
Ketika ada sesuatu yang terjadi ga sesuai dengan ekspektasi kamu, cobalah jangan panik dan tetap tenang. Ketinggalan pesawat? Dicopet di bus? Atau ketemu orang super rese di kereta? Itu adalah beberapa contoh kejadian ga enak ketika kita pergi sendiri. Hal yang biasanya aku lakukan adalah mencoba tenang biar bisa berpikir jernih karena dengan marah – marah ga akan menyelesaikan masalah. Makanya penting juga untuk buat salinan kartu identitas kayak KTP, Paspor, SIM atau dokumen penting lainnya. Simpan juga beberapa nomor penting kayak kantor polisi atau rumah sakit terdekat jadi kamu lebih ngerasa aman.

10. Saatnya Memulai Perjalananmu Sendiri
Nah, kalau dari tadi masih mikir bagaiamana ya atau aduh aku bisa ga ya? Udah deh ini saatnya kamu keluar dari zona nyaman dan temukan hal baru. Solo Traveling itu ga semenakutkan yang kalian pikirkan kok. Kamu juga ga harus pusing berdebat sama temanmu untuk menentukan enakan makan atau belanja dulu. Kamu juga bebas mau pergi ke tempat yang sebelumnya dilarang sama pasangan kamu misalnya. Atau kamu ga harus izin sama orang tua kalau ternyata terlambat pulang lebih dari jam 10 malem. Jadi sudah saatnya memulai cerita terbaik versi kamu sendiri :)


Sabtu, 09 Desember 2017

Perempuan, Impian dan Beasiswa

12/09/2017 08:42:00 AM 13 Comments
Kita tidak akan pernah tau akan berjenis kelamin apa ketika dilahirkan. Kita hanyalah segumpalan daging yang kemudian ditiupkan ruh menjadi seorang manusia. Terlahir sebagai seorang perempuan dan tumbuh menjadi dewasa kemudian membuatku kerap bertanya – tanya “kodrat” seperti apa yang seharusnya dijalani seorang wanita agar predikat menjadi “wanita seutuhnya” berhak disandang olehku kelak. Aku masih ingat ketika aku kecil dulu, aku tumbuh menjadi seorang anak yang bisa dibilang cukup tomboy. Potongan rambut yang agak pendek bahkan tas sekolah yang lebih banyak bergambar robot daripada barbie. Tapi aku tetap masih lebih senang main masak – masakan dan juga main karet dibanding bermain kelereng atau tamiya. Banyak anak kecil yang bermimpi untuk segera menjadi orang dewasa dan aku salah satunya kala itu. Aku kemudian bertanya – tanya seperti apa ya rasanya menjadi wanita dewasa.

Memasuki awal usia 20 tahun yang kata orang sebagai awal dari perjalanan menjadi orang dewasa telah banyak mengubah pola pikirku. Aku tak ingin impianku hanya menguap begitu saja tanpa sebuah usaha. Aku yang kemudian berhasil menggapai impianku untuk bisa pergi keluar negeri dengan melakukan sebuah misi sosial menjadi seorang teacher volunteer di pinggiran Kota Guangzhou, Mainland of China kemudian menemukan sebuah makna bahwa aku bisa belajar dari sebuah perjalanan.



Jiwa penuh kebebasan dan haus akan tantangan juga membawa langkah kakiku untuk bertualang bersama beberapa orang yang baru aku kenal disana untuk melihat kemegahan Great Wall di Badaling. Atau rasa kegirangan sekaligus takjub untuk menyentuh salju pertama kali di perjalanan pulang dari Temple of Heaven. Tak lupa aku juga senantiasa bersyukur kepada Tuhan karena sudah diberikan kesempatan untuk menjadi seorang minoritas di negara dengan populasi terbanyak di dunia ini.

Sepulang dari sana ada perasaan gamang akan sebuah proses transformasi besar dalam hidupku. Aku tak ingin lulus cepat namun masih belum mengerti akan jadi apa di kehidupan setelah lulus kelak. "Alangkah mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang hanya berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin, yang hanya akan berakhir dengan pensiun tidak seberapa” (Menjadi Tua di Jakarta – Seno Gumira Ajidarma). Oke, aku putuskan mundur kuliah satu semester sambil gabung di kegiatan NGO yang juga jadi turning point untuk rencana lanjut di S2 sehingga aku sudah tahu kemana pijakan kakiku ketika kerabat bertanya aku hendak jadi apa.



Ternyata setelah dijalani, banyak orang yang mencemooh pilihan hidup yang aku ambil. Beberapa karib dekatku bahkan menakut – nakuti aku untuk tidak usah melanjutkan sekolah master karena katanya nanti kalau terlalu pintar lelaki banyak yang tidak mau dan susah cari jodoh. Kalau almarhum bapak masih hidup rasanya ingin aku curhat panjang lebar tentang kekesalanku waktu itu. Namun yang bisa aku lakukan hanyalah duduk di depan makam sambil tersedu – sedu setelah izin “Pak, Tari boleh nangis ya? Tari udah capek dengerin kata orang – orang”. Untung mamaku dengan siaga selalu mendukung pilihanku untuk lanjut sekolah daripada sibuk bertanya minta mantu. Biarpun pernah juga aku berdebat ketika mengutarakan niatku untuk lanjut sekolah di luar negeri.

Kalau dengar cerita mama bagaimana dulu bapak mendukung mama habis – habisan ketika beliau mau lanjut S2, seketika aku menjadi iri sekaligus senang. Betapa beruntungnya mama bisa ketemu bapak dan juga bapak yang dulu bisa dapet kembang desa (ini sih kata mama). Tapi sejenak aku berpikir, udahlah kalau menggerutu atau nangis doang ya gak akan ada solusinya. Setelah banyak pertimbangan, aku minta izin untuk pergi ke Kampung Inggris Pare Kediri untuk belajar sekaligus mengajar disana. Lagi – lagi aku mendengar ada saja orang nyinyirin pilihan hidupku. Katanya disana gajinya kecil lah, jauh banget di desa lah, ngabis – ngabisin duit lah. Hayati lelah kalau dengerin omongan netizen mah.


Setelah banyak bersemedi di Gunung Bromo dan Gunung Kelud (becanda loh ya aku cuman foto – foto doang) akhirnya aku bulatkan tekad untuk medaftar beasiswa aja sepanjang 2017 dan nggak daftar pekerjaan di perusahaan gitu. Beasiswa pertama yang aku coba peruntungannya adalah NZAS (New Zealand ASEAN Scholarship dan hasilnya adalah gagal total bahkan dipanggil wawancara pun enggak. Kemudian coba lagi di AAS (Australia Awards Scholarship) pun hasilnya masih nihil. Aku pun belajar dari kesalahan untuk lebih banyak memperbaiki kualitas essaiku pada saat aku ingin coba beasiswa lagi. Lalu, beasiswa ketiga yang aku coba adalah BPI (Beasiswa Pendidikan Indonesia) dari LPDP. Kali ini aku nggak mau kecolongan lagi, maka aku sampai nyebar essaiku ke kurang lebih 20 orang dan minus kacamataku sampe nambah karena nongkrong depan laptop mulu. Aku meminta berbagai masukan dari para awardee (penerima beasiswa) dan beberapa teman – temanku yang emang jago dalam dunia tulis menulis buat kasih aku kritik dan saran. Alhamdulillah, Allah swt. emang baik banget sama aku karena kali ini aku bisa lolos menjadi penerima beasiswa yang cukup banyak peminatnya ini. Bahkan sebelum aku submit dan selama persiapan LPDP pun aku sampe minta izin mama kalau aku menghabiskan waktu lebaran Idul Fitri di kota kelahiran almarhum bapak di Jogja biar aku bisa ngerasa lebih tenang dan fokus. Untungnya mama kasih izin, jadi aku malah punya cerita baru lebaran tahun 2017 ini yang kalau diingat ya cukup pedih harus pisah sama mama di Lampung.



Menurutku jadi dewasa itu rada njlimet ya. Ketika kumpul keluarga yang ditanya udah nikah apa belum atau kapan mau nyusul tiap ada yang abis punya momongan. Waduh dikira nyari pasangan kayak beli gorengan apa yak. Aku pernah baca gitu tapi dimana ya lupa kalau memilih pasangan hidup itu akan menentukan masa depan nantinya kayak apa. Ya emang sih ga ada pasangan yang sempurna banget gitu. Tapi setidaknya lebih baik cari pasangan yang satu frekuensi deh, biar kalau ngobrol seru dan ga keabisan bahan obrolan. Daripada yang sedari awal trying so hard buat jadi pasangan ala ala #relationshipgoal gitu ternyata hanya kefanaan ala social media aja. Menurutku yang keren adalah ketika kita sudah sama – sama berniat memantaskan diri dan juga saling dukung cita – cita luhur dari pasangan kita. Ga melulu cewek kudu di dapur, kan bisa juga cowok bantu urusan domestik dan nyuapin anak. Dulu bapakku juga ga malu loh nyuapin aku pas masih bocah dan ngajak aku main sama temen – temennya. Ah, jadi kangen kan.



Senin, 23 Oktober 2017

A Sunday Well Spent: Jakarta Museum Tour

10/23/2017 09:44:00 PM 1 Comments
Kapan terakhir kalinya kalian mengunjungi museum? Bulan lalu atau bahkan belasan tahun yang lalu? :) Nah, awal bulan ini tepatnya Minggu 1 Oktober 2017, aku mengunjungi Jakarta selama beberapa hari dan berniat untuk pergi ke beberapa museum di kota ini. Karena aku bukan tipe orang yang terlalu suka pergi ke mall maka aku putuskan untuk pergi ke museum saja dalam menghabiskan akhir pekan.

Kebetulan aku dan temanku yang sudah berteman sejak SMA sepakat untuk pergi ke Galeri Nasional Indonesia dan juga Kawasan Kota Tua. Sebelumnya, aku sudah berpesan pada temanku untuk menggunakan transportasi umum seperti gojek, busway dan juga KRL saja untuk menembus macetnya Jakarta. Selepas Dzuhur, kami baru memulai perjalanan karena ada beberapa urusan yang harus diselesaikan oleh temanku dulu. Aku dan temanku janjian untuk langsung bertemu di Galnas (sebutan lain untuk Galeri Nasional Indonesia red) saja yang beralamat di Jalan Medan Merdeka Timur no. 14 dan kebetulan lokasinya berada tidak jauh dari Stasiun Kereta Api Gambir dan juga Monumen Nasional Indonesia (Monas).


Saat itu tengah ada pameran lukisan yang banyak menampilkan beberapa lukisan sarat akan makna politik namun sayangnya aku lupa memfoto nama pelukis yang tengah mengadakan karya. Bangunan tempat lukisan itu dipamerkan  terletak di sebelah kanan jika kita berjalan masuk dari gerbang utama. Dari luar bangunan utama, sudah ada beberapa patung yang sangat artsy untuk sekadar dijadikan backgroud foto. Saat kami tengah berkeliling, ada bangunan utama lainnya yang digunakan sebagai tempat untuk memamerkan karya yang bersifat permanen tidak seperti bangunan di sebelah kanan tadi. Namun karena saat itu sudah menunjukkan pukul 2 siang dan kami masih berencana untuk pergi ke destinasi lainnya maka kami memutuskan untuk tidak ikut mengantri seperti pengunjung lainnya. Oh iya, untuk masuk kesini kalian tidak perlu membayar alias GRATIS loh.



Perut yang mulai keroncongan membuat kami melirik beberapa tempat makan di area Galnas tetapi tidak ada yang menarik minatku. Sebenarnya ada beberapa kafe di tempat ini, namun kami akhirnya memutuskan untuk menyebrang ke Stasiun Gambir saja dan makan disana karena lebih banyak pilihan. Setelah selesai makan barulah kami kemudian naek busway yang loketnya tidak jauh dari situ lalu pindah menaiki KRL untuk menuju Stasiun Jakarta Kota. Keadaan di KRL yang tidak terlalu ramai sehingga memungkinkan kami untuk duduk dan tidak berdesak - desakkan.

Sesampai di kawasan Kota Tua sudah layaknya lautan manusia yang dipenuhi oleh orang – orang yang tengah menaiki sepeda atau sekadar duduk – duduk di depan Museum Fatahilah. Ini bukan pertama kalinya aku kesana namun saat itu sudah terlalu sore yakni jam setengah 4 sore sehingga aku gagal untuk masuk ke Museum Fatahilah (museum ini tutup jam 3 sore). Jadi akhirnya kami memutuskan untuk ke Museum Seni Rupa dan Keramik yang jam bukanya hingga pukul 5 sore. Museum ini terdiri atas 2 lantai dan di lantai pertama lebih banyak dipamerkan kerajinan seni rupa Indonesia dari zaman ke zaman sedangkan lantai 2 yang berisi pameran karya lukisan. Ada banyak lukisan dari pelukis terkenal seperti Basuki Abdullah, Raden Saleh Syarif Bustaman, Antonio Blanco maupun pelukis istana Lee Man Fong yang dipamerkan. Untuk masuk kesini pengunjung hanya dikenai tarif Rp 5.000,00. Sebenarnya ada banyak museum yang bisa dikunjungi di sekitar kawasan Kota Tua seperti Museum Wayang atau Museum Bank Indonesia yang bisa kalian lihat disini versi detiktravel .





Saat sedang asyik menikmati karya, ternyata jam berkunjung di museum sudah habis dan akhirnya kami pun juga segera bergegas pulang. Saat hendak pulang, aku tadinya ingin menaiki bus wisata bertingkat double decker yang bisa membawa kita keliling beberapa tempat wisata di Jakarta secara gratis dan tempat pemberhentiannya tidak jauh dari Stasiun Jakarta Kota. Namun ternyata antriannya panjang sekali dan saat itu pun langit sudah sangat mendung pertanda akan segera hujan akhirnya kami segera keluar dari antrian dan memutuskan naik busway saja. Benar dugaanku, tak lama kemudian hujan sangat deras mengguyur Jakarta tepat saat aku berada di bus. Sebenarnya berwisata di Jakarta pun tak melulu harus pergi ke mall, mungkin ini bisa jadi referensi kalian ketika menghabiskan akhir pekan di ibu kota.

Kamis, 19 Oktober 2017

Pilihan Nekat Menjalani Solo Traveling

10/19/2017 09:43:00 AM 1 Comments
“Life begins at the end of your comfort zone” – Neale Donald Wlasch

Apa yang paling sulit dari melakukan sesuatu? Menurutku itu adalah sebuah momen pertama kita memutuskan untuk memulai. Ya, sama halnya dengan menjalani hidup menjadi seorang solo traveler sebenarnya sudah lama aku pikirkan. Tapi pada saat itu, aku terlalu banyak pemikiran A, B, C dan D yang kemudian hanya sebatas wacana kala itu. Terkadang kita merasa puas atas pencapaian yang sudah pernah kita dapatkan sebelumnya seperti gaji yang cukup, pengalaman mengikuti organisasi semasa kuliah, kegiatan volunteering atau bahkan IPK tinggi (untuk masalah IPK sih aku merasa biasa – biasa saja toh punyaku pun tidak cumlaude haha) sehingga lupa untuk “mengasah diri kembali”. Padahal proses belajar itu harusnya dilakukan seumur hidup di sebuah sekolah yang bernama kehidupan.




Momen terberat yang harus aku hadapi tahun ini adalah tidak pulang ke Lampung untuk merayakan Idul Fitri dan berkumpul bersama keluarga inti. Melainkan aku harus tetap berada di perantauan karena ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan. Kala itu aku memang tengah berada di Yogyakarta untuk waktu yang cukup lama. Berat rasanya berpisah dengan orang - orang terkasih yang biasanya tidak pernah absen di momen hari raya. 

Sejak kecil sebenarnya aku ingin merasakan lebaran di kota yang terkenal akan panganan khasnya berupa bakpia dan gudeg itu yang merupakan kampung halaman dari almarhum bapak. Manusia boleh berencana namun Tuhan yang menentukan. Bapak sudah keburu dipanggil oleh Yang Maha Kuasa sebelum sempat membawa kami sekeluarga merasakan lebaran di tempat ayahku menghabiskan masa kecil hingga remajanya dulu. Tetapi untungnya, ada sepupuku yang cukup dekat denganku juga akan menghabiskan waktu lebaran di Jogja dan budeku berjanji akan mengenalkanku dengan beberapa saudara jauh kami yang masih tinggal di Jogja. Rasa haru kemudian menyelimuti perjalananku kala itu dimana aku banyak mendengar kisah hidup beliau semasa hidup. 

Tak lama setelah beberapa hari usai lebaran, sepupuku beserta keluarga (pakde, bude, saudara ipar dan keponakanku) kembali ke Lampung. Otomatis, aku kembali "sendirian" dalam melanjutkan perjalanan. Setelah sebelumnya sempat bertemu untuk reuni dengan teman kuliah, aku lalu pergi ke Jombang untuk memulai solo traveling kembali yang juga aku tulis disini . Disana, lagi - lagi aku ketemu orang baik yaitu Vinta, temanku kuliah dulu. Jujur, awalnya ada rasa sungkan tinggal di rumah temanku di Jombang tetapi alhamdulilah ternyata aku disambut hangat oleh keluarganya. (Terima kasih Vinta!)



Bagian terpenting dari perjalanan solo traveling ini adalah perpindahan dari satu tempat ke tempat lain yang kemudian juga menuntutku untuk segera cepat beradaptasi dengan lingkungan dan situasi yang baru. Aku pun jadi bisa memahami diriku secara lebih dalam dan berubah menjadi versi lebih baik atas kemauanku. Secara tidak langsung mungkin tanpa kalian sadari, semakin dewasa terkadang lingkungan mendorong atau yang lebih parahnya memaksa kita menjadi pribadi yang bukan seperti kemauan kita. Hal itu tidak lain karena agar kita terlihat "benar" di mata mereka padahal jauh di lubuk hati, kita hanya berusaha untuk menyenangkan orang lain tepat seperti apa yang mereka pikirkan.

Selain itu, aku pun menjadi terbiasa untuk memulai percakapan dengan orang asing. Dulu, aku agak susah untuk melakukan ini karena mungkin sedikit ada rasa sungkan, malu atau bahkan gengsi. Tetapi sekarang semua itu perlahan terasa mudah dan menyenangkan :) Entah ketika aku menyapa seseorang di kereta, bus, gojek atau ibu - ibu penjual warung yang jadi teman ngobrolku. Bersyukur selalu ada orang baik yang aku temui di setiap perjalanan yang tanpa sungkan membantu. Ya semua ini kusadari adalah titik awal kenekatanku untuk berani mendobrak tembok ketakutan "what if" yang selama ini ada di kepalaku. 

Aku pun berterima kasih kepada banyak orang yang kutemui selama perjalanan yang kuanggap seperti sosok guru buatku karena semakin lama aku semakin mengerti bahwa kita tidak boleh terlalu cepat men-judge sesuatu tanpa pernah tau kisah seseorang di balik itu semua.

Jumat, 06 Oktober 2017

Pengalaman Menjadi Duta Cerita The Habibie Center

10/06/2017 05:59:00 AM 4 Comments
Beberapa bulan lalu tepatnya tanggal 28 - 30 Juli 2017, aku terpilih menjadi satu dari 30 Duta Cerita dan berkesempatan untuk mengikuti sebuah pelatihan yang diadakan oleh The Habibie Center di kota Solo. Setelah sebelumnya melewati serangkaian proses dari menulis esai, mengirimkan video profil dan mengikuti interview via skype. Berdasarkan penjelasan yang ada di facebook The Habibie Center, program CERITA adalah sebuah program untuk inklusivitas yang menggabungkan storytelling, transformasi konflik dan penggunaan aplikasi digital. Kegiatan pelatihan yang berlangsung selama dua setengah hari ini mengajak peserta untuk bisa memahami isu toleransi dan keberagaman yang terjadi di sekitar kita  Program CERITA yang memiliki kepanjangan “Community Empowerment for Raising Inclusivity and Trust through Technology Application” ini juga berlangsung di Jakarta, Jogjakarta, Bandung dan Malang.




Bagiku pribadi, ini adalah pengalaman yang seru sekaligus menantang dimana aku berkesempatan untuk berdiskusi dengan pemateri yang sudah expert di ranah transformasi konflik seperti Rahimah Abdulrahim (Executive Director The Habibie Center), Stephen Shashoua (Founder Plan C: Culture and Cohesion), Abdul-Rehman Malik (Program Manager Radical Middle Way), Dr. Rudi Sukandar (Associate Fellow The Habibie Center), Aan Permana (Program Manager CERITA), dan Rosalina Wulandari (Co-Founder & CEO Lentera Indonesia). Acara pelatihan ini pun dikemas dengan sangat menarik dimana kita tidak hanya duduk diam mendengarkan instruksi tapi juga diajak untuk melakukan beberapa aktivitas layaknya bermain sambil belajar. Plus pasokan snack dan minuman di Omah Sinten yang super enak juga bikin para peserta ga keroncongan selama acara hehe





Melalui kegiatan ini, aku juga baru tau kalau bercerita itu juga bisa menjadi salah satu terapi healing process. Selain itu, aku juga belajar menjadi lebih peka dengan mendengar pengalaman para duta cerita lainnya yang pernah mendapat diskriminasi di lingkungan mereka. Kadang sebagai manusia kita tidak sadar bahwa tindakan kita bisa menyakiti orang lain seperti membully, menyebarkan ujaran hate speech atau berita hoax apalagi di era perkembangan digital seperti sekarang dimana kita bisa saja berlindung dibalik identitas anonim. Sehingga output dari kegiatan ini, para DUTA CERITA bisa melakukan replikasi training mengenai transformasi konflik dan story telling di kota asal para peserta.




Kegiatan ini juga menginspirasi aku dan temanku sesama Duta Cerita di Solo (Mas Dwi) untuk membuat kegiatan serupa di Pare, Kediri pada hari Minggu 27, Agustus 2017 dengan nama “ Pare Bercerita: Unity in Diversity”. Ketika kami membuat program tersebut, kami ingin memberikan hasil yang maksimal walaupun dengan persiapan acara yang sangat mepet yakni kurang dari dua minggu. Kami pun juga turut berkomunikasi dengan pihak The Habibie Center sekaligus meminta saran ditengah kesibukan kami masing - masing. Sebagai trainer merangkap seksi repot kami juga dituntut untuk bisa menghandle acara dengan baik mulai dari memikirkan konsep, mencari peserta, menjadi seksi konsumsi dan juga dokumentasi. Tetapi rasa capek itu terbayar ketika melihat antusiasme para peserta yang datang dari berbagai kota di Indonesia seperti Makassar, Solo, Polewali Mandar, Lampung, Jombang, dan Medan. Peserta yang kebetulan sedang belajar di Pare ini memiliki semangat dan kepedulian akan isu toleransi yang terjadi di lingkungan dimana mereka berasal. Di akhir acara, peserta juga kami minta untuk menceritakan pengalaman keberagaman mereka dalam bentuk video dan juga bekerja secara berpasangan . Mungkin ini sebuah langkah kecil yang bisa aku lakukan sebagai salah satu pemudi Indonesia untuk tidak hanya menggerutu terhadap masalah sosial yang ada namun juga mengajak orang lain untuk bersama – sama melakukan perubahan :)








Jumat, 07 Juli 2017

Wonosalam: Puncak ala Jombang

7/07/2017 04:24:00 AM 4 Comments
Jujur bagi aku sendiri mendengar sebuah tempat yang bernama Wonosalam cukup asing sebagai salah satu daerah tujuan untuk melancong. Berdasarkan info yang aku cari di mbah gugel, Kecamatan Wonosalam terletak 35 km sebelah tenggara Kecamatan Jombang. Kecamatan Wonosalam adalah salah satu penghasil durian terbesar di Jawa Timur. Selain itu kawasan Wonosalam juga memiliki potensi pariwisata yang besar, khususnya agrowisata karena mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah petaniWah...jadi pantesan sepanjang jalan aku banyak melihat warung makan yang menawarkan kolak duren sebagai salah satu makanan khasnya. Jadi akhir Juni saat libur lebaran kemarin selama beberapa hari aku memutuskan untuk solo traveling ke Jombang dan disana mampir ke rumah Vinta yang merupakan teman semasa kuliah dulu dan juga bermalam disana.

Aku sampai di Stasiun Jombang hari Kamis, 29 Juni 2017 sekitar jam 4 pagi dari Stasiun Tugu Yogyakarta. Seharusnya aku tiba sekitar pukul 3 dini hari tetapi ternyata Kereta Gaya Baru Malam Selatan (GMBS) premium mengalami keterlambatan keberangkatan sekitar satu jam. Tetapi biarpun sempat bete karena delay, semua itu terobati dengan fasilitas kereta tambahan mudik lebaran tersebut yang walaupun kereta ekonomi tapi rasanya kayak fasilitas eksekutif deh! Aku cukup bayar sekitar Rp. 135.000,00 dan duduknya tidak berhadap – hadapan layaknya kereta ekonomi lainnya. Begitu sampai aku memilih untuk menunggu dulu di mushola karena Vinta baru bisa menjemput sekitar pukul 5.30 pagi. Setelah solat subuh baru deh aku jalan ke pintu keluar dan nunggu di depan stasiun saja karena sudah agak ditegur halus sama pak satpam situ. Nah dibanding moda transportasi lain, kereta ini merupakan transportasi favoritku karena pemandangan yang ditawakan sepanjang perjalanan yang jauh lebih cantik menurutku apalagi pada saat siang hari bisa lihat hamparan sawah. Tetapi karena kemarin aku berangkat pas malam hari makanya aku paksakan tidur aja selama perjalanan.

Saat tiba di rumah Vinta, aku ketemu keluarganya Vinta dan disambut dengan hangat jadi berasa lagi pulang ke rumah deh. Aku juga banyak disuguhi cemilan khas kue lebaran. Duh makasih banget deh sama keluarganya Vinta yang super baiik ini hehehhe Vinta juga nawarin aku untuk istirahat dulu karena tau aku agak kurang tidur selama di kereta. Dua hari pertama aku lebih banyak menghabiskan waktu di depan laptop karena masih ada beberapa tanggungan deadline yang harus segera diselesaikan huhu baru pada hari Sabtu aku bilang sama Vinta untuk explore Jombang! :D


Aku sempat stalking instagram @explorejombang untuk tau tempat – tempat yang bisa dikunjungi selama disana. Kebetulan lokasi Wonosalam yang kata Vinta seperti Puncak di kawasan Jawa Barat itu ga jauh dari rumahnya. Buat aku pribadi, kalo aku pergi ke suatu tempat baru aku memang lebih suka dateng ke kawasan wisata alam atau jugawisata sejarahnya jadi bisa dapat sensasi baru gitu dan pastinya pengetahuan baru. 

Jarak dari Rumah Vinta di Ngoro ke Wonosalam membutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan. Kita memutuskan untuk pergi ke Goa Sigolo – Golo saja dari beberapa destinasi wisata yang ada disana dan Vinta juga minta tolong kakaknya untuk nunjukkin gimana rute jalan kesana. Sepanjang jalan menuju Wonosalam dari Ngoro, mataku dimanjakan dengan pemandangan yang oke plus suasana udara yang makin adem. Aku anaknya cepet bahagia gitu kalau udah diajak traveling yang lebih ke  outdoor activity gitu biarpun kayak cuman sekedar piknik di taman hehehe Nah selain kolak duren yang juga jadi salah satu makanan khas di Wonosalam ada juga kedai kopi Luwak gitu yang recommended. Oke deh patut dicoba nih kayaknya. 


Yeay! akhirnya sampai juga di parkiran menuju Goa Sigolo – Golo.  Setelah  Vinta selesai parkir motor, aku sama dia turun ke bawah menuju loket tiket. Oh iya kakaknya Vinta cuman nganterin kita sampe parkiran aja dan pamitan karena masih ada kegiatan lain. Setelah bayar tiket Rp. 10,000 untuk masing - masing orang yang termasuk juga destinasi ke Sungai Boro dan juga Puncak Bulu kita dapet arahan kalau nanti di pos 2 bakal ada pemandu yang bisa nganter kalo mau naik ke Goa. Pas kita sampe waktu itu masih belum seberapa rame sama pengunjung. Di Pos 2 kita disambut sama guide dan ditanya kita ada berapa rombongan yang hanya cuman aku sama Vinta. Disitu ada beberapa orang lain sih tapi mereka lebih tertarik untuk turun ke sungai dulu dan untuk pemandu ke Goa kita pun ga perlu nambah biaya lagi. Nah disini, bakal ada jalan kepisah buat ke Goa dan sungai dibawahnya jadi kalau untuk ke Goa kita ke ambil yang ke arah kanan sedangkan sungai tetep lurus terus turun lagi.

Untuk naek sampai ke atas Goa, kita harus manjat akar pohon yang jadi semacam tangga gitu. Wah seru juga udah lama ga begini terakhir pas kuliah dulu hihihi Aku sempat tanya temenku gimana mau lanjut atau nggak soalnya sayang aja udah sampai situ. Vinta pun akhirnya setuju buat naek sampe atas mungkin karena liat aku yang udah excited. Dengan bantuan guide akhirnya kita bisa sampai deh. Oh iya biar ga licin, kita memutuskan buat copot sepatu aja dan nyeker. Setelah puas foto – foto, aku sempat tanya seputar Goa ini sama mas guide-nya

Ternyata Goa Sigolo – Golo ini sebagai salah satu tempat disimpannya harta karun dari Kerajaan Majapahit loh (tuhkan aku dapet info baru). Bahkan ada juga beberapa orang yang pernah bermalam disitu dan mereka datang dari tempat yang jauh kayak Bali sama Kalimantan kalau ga salah. Terus selama disana kata mas guide­-nya kalau bisa jangan meludah gitu sembarangan pas aku introgasi ada ga semacam pantangan gitu. Yah namanya kita lagi "bertamu" jadi kudu tetep jaga perilaku dan juga ucapan daripada nanti kenapa - kenapa Tetapi cukup disayangkan karena aku juga nemuin beberapa coretan vandalisme dari oknum yang kurang bertanggung jawab huh sebel! Ini tuh bikin gemes sendiri lihatnya karena kan ga mungkin diperbaharui tuh bangunan goa nya kayak dikasih cat atau tembok baru gitu. Please buat teman – teman yang kadang masih suka alay nulis nulis “I was here” gitu di tempat wisata, mbok ya gausah lah. Dari mas guide-nya aku juga tahu bahwa keputusan pihak pengelola tempat wisata ini untuk tetap menjaga keasliannya biar tetep terkesan alami dengan ga mengganti akar pohon itu jadi tangga buatan atau semacamnya kecuali pembuatan tangga untuk akses kebawah dari loket tiket ke pos 2 ada semacam undakan tangga gitu jadi lebih gampang buat kita aksesnya.



Kita juga memutuskan untuk ga ke Sungai Boro tetapi langsung menuju ke Bukit Bulu karena hari udah semakin siang dan secukupnya ambil foto - foto lagi. Jaraknya ga gitu jauh kok dan dari Goa Sigolo – golo tetapi kita tetep harus naek lagi ke atas dari loket tiket nanti baru ambil jalan yang ke kanan. Setelah mengucapkan makasih sama mas guide yang udah bantu kita karena agak laper kita pun jajan bentar. Pas di Bukit Bulu ini kita bisa lihat pemandangan yang lebih jelas daripada di Goa kayak sungainya dari atas dan juga beberapa bukit lain di Wonosalam. Oh iya sekitar sini juga ada warung – warung atau jajanan bakso pentol buat sekedar mengganjal perut. Untuk makan siang karena nyemil bakso pentol aja dirasa kurang, aku sempet tanya Vinta enakan makan apa abis dari situ antara ke kedai kopi apa beli kolak duren aja karena bisa bahaya kalo dua makanan ini dicampur barengan waktu makannya yang ada ntar sakit perut. Akhirnya karena aku penasaran sama kopi luwak yang sering didatangi Vinta kalo pas lagi penat, aku bilang temenku untuk nyicip kopi luwaknya aja deh karena aku baru tau disitu kopinya diproduksi sendiri dari beberapa luwak yang dipelihara dan harganya murce alias murah cuman Rp 10.000,00 per cangkir tapi view nya ajib! Dengan tambahan amunisi beli mie rebus kita pun langsung cus pulang.



Nah selain Goa Sigolo – Golo yang aku kunjungi, masih ada beberapa tempat wisata yang bisa didatangi termasuk air terjun atau curug yang banyak banget disitu, terus ada hutan pinus juga yang lokasinya persis di pinggir jalan. Mungkin karena momennya masih liburan lebaran jadi parkiran di spot hutan pinus ini rame banget tapi saking ramenya aku malah jadi males kesitu. Pas di jalan juga banyak banget rambu yang ngasih tau bahaya longsor jadi mungkin buat yang mau berencana kesana hati – hati ya apalgi pas jalannya licin. Untungnya sih kemarin cukup cerah cuman agak mendung aja pas pulang. Wonosalam ini menurutku cukup dingin tapi ga separah kalo ke kawasan Dieng karena ketinggian tempat ini berkisar 500 – 600 mdpl. Nah buat yang lagi punya rencana ke Jombang, aku merekomendasikan untuk mampir ke daerah Wonosalam ini sebagai referensi tempat wisata murah meriah hehe.... dan terima kasih Vinta yang super baik mau ngajak aku explore kota asal kamu yah :D




Selasa, 21 Maret 2017

Batas Senja

3/21/2017 01:26:00 AM 2 Comments




Pada batas senja itu kita bertemu
Ketika jingga mulai bersemu
Menatap kita malu – malu
Aku yang kemudian membisu
Di sudut matamu yang teduh

Ini bukan cerita roman picisan
Ini adalah cara semesta memberi kita teguran
Dalam sebuah kisah perjalanan
Pencarian dua insan

Mereka bilang cinta itu fana
Ya hingga ini aku pun tak bisa bijaksana
Jika cinta mulai menyapa
Tanpa permisi seenaknya saja 


----- Destari Puspa Pertiwi ------